Be Controversial, Be Different, Big Idea

Be distinct or extinct (Tom Peters)

Di awal 1990-an Pepsi pernah membuat iklan televisi yang kontroversial dalam rangka kampanye iklan bertitel “The Joy of Pepsi”. Dalam iklan tersebut di gambarkan seorang anak kecil sedang membeli pepsi di mesin otomatis penyedia minuman kaleng. Di mesin tersebut tersedia pilihan : Pepsi dan Coca- cola.

Lokasi lobang coin coca- cola di bawah, sedangkan Pepsi diatasnya. Karena tubuh yang pendek, anak itu pun tak bisa menjangkau lubang koin pepsi yang letaknya lebih tinggi. Apa yang di lakukan si anak? Dia membeli dua kaleng Coca – cola yang lubangnya bisa di jangkau. Lalu, diletakkannya dua kaleng Coca –Cola itu di tanah, kanan – kiri. Untuk apa? Untuk pijakan kakinya, agar ia bisa menjangkau lubang koin pepsi. Celakanya, setelah dia berhasil mendapatkan satu kaleng pepsi, dua kaleng coca – cola yang dia beli di tinggalkan begitu saja di tanah.

Anak itu ngeloyor pergi sambil minum Pepsi, dan sedetik kemudian muncul title iklan :”The Joy Of Pepsi”. Iklan ini kontroversial karena menggambarkan secara telanjang – dengan sorotan kamera close –up. Kaleng Coca –cola yang di injak si anak untuk mendapatkan sebotol pepsi.

Ini tentu saja cemoohan yag vulgar Pepsi terhadap Coca – Cola, seteru abadinya. Sebuah pelecehan terhadap pesaing yang menohok melalui media iklan. Tentu saja, iklan semacam itu tak akan mungkin di izinkan tayang di Indonesia. Namun, Di Amerika serikat yang demokrasinya demikian bebas, iklan vulgar seperti itu boleh –boleh saja melenggang di layar kaca pemirsa. Dan harap di ingat, kontroversi itu berbuah manis bagi Pepsi. Kenapa ? Di tengah kontroversi yang berkembang, iklan tersebut justru mendapatka awareness yang sangat tinggi dari pemirsa TV di US.

Kontroversial Ala Kino

Lain di AS, lain di Indonesia. Di tanah Air, Dwi Sapta pernah meluncurkan kampanye iklan permen kino yan tak kalah kontroversial, tak kalah menggegerkan, tetapi di lakukan dengan lebih elegan, jauh lebih sopan, konstruktif, dan jauh lebih etis daripada yang dilakukan pepsi.

Iklan Kino ini kontroversial, karena, pertama kali diluncurkan saat krisis February 1998, saat kebanyakan produsen lain menutup rapat – rapat pintu promosi. Termasuk kopiko, sang pemimpin pasar. Kopiko wakti itu lengah dan merasa nyaman karena merasa menjadi pemimpin pasar yang sepi pesaing. Di samping itu, ia juga focus menghadapi pesaing, karena tenaganya terfokus untuk mengantisipasi dampak krisis.

Kedua, sengatan mematikan yang dilakukan si pemimpin pasar dengan mengusung slogan Citra yang kontroversial, “Gantinya permen kopi”. Ya, kontroversial, sebab kopiko sebelumnya sukses luar biasa dengan mengusung sloga citra “Gantinya ngopi”.

Menjadi lebih kontroversial lagi, karena kemudian Kino menggunakan dua slogan citra lagi yang tak kalah mematikan: “yang itu Kuno, yang ini Kino” dan “Begitu ada Kino, yang lain jadi Kuno”. Yang terakhir ini begitu powerfull karena di ucapkan oleh Joshua, penyanyi cilik yang ketika itu bintangnya sedang bersinar.

Dan ketiga, dengan slogan Citra menantang seperti itu, terlihat jelas bahwa Kino memilih cara peperangan Head –on, tak lagi memakai teknik grilya atau flanking. Ini mengejutkan mengingat ketika meluncur di pasar, Kino adalah Nothing di bandingkan kopiko. Ini layaknya peperangan David melawan Goliath, tetapi dilakukan secara frontal head to head. Gila !!!

Pertanyaanya, bagaimana Kino sampai berani meledek sang pemimpin pasar dengan serangan frontal semacam itu? Karena, Kino hadir di pasar dengan diferensiasi yang kokoh. Sehingga, melalui iklannya, Dwi Sapta mencoba mengkomunikasikan diferensiasi itu selugas dan segamblang mungkin. Karena ingin segamblang mungkin, tak hanya produk yang harus tegas berbeda, iklanya pun harus menyentak. “Kami harus berbicara jujur dan membandingkan secara jernih. Khalayak ramai sasaran kami membutuhkan hal itu, ” Ujar Adji wartono saat di wawancarai majalah SWA, April 1998.

Apa beda antara Kino dan Kopiko ? Kopiko adalah hard candy, sementara Kino adalah SoftCandy. Perlu di ingat, belum pernah ada soft candy rasa kopi. Jadi, Kino menciptkan pasar ceruk baru yang belum ada pesaing. Blue Ocean Market. Hard Candy punya kelemahan mendasar karena membuat langit – langit mulut terasa sakit setelah memakannya, belum lagi kemungkinan gigi menjadi rusak.

Inilah titik serang utama yang coba di bidik Kino. Ini alas an Kino berani mengatakan, permen kopi yang lain kuno. Tak hanya itu, sebelum produk meluncur, Kino Sentra Industrindo – produsen kino melakukan survey dan menemukan keunggulan lain bahwa hard candy tidak bisa di kunyah, sedangkan soft candy bisa di kunyah dan ditelan. Lalu, diketahui pula kebiasaan konsumen permen yang enggan keluar rumah hanya untuk membeli produk permen tertentu.

Maka, ketika Kino beraa di pasaran, Kino Sentra mengupayakan jaringan distirbusi yang kompak, dan terus menjaga keberadaan Kino di banyak gerai potensial. Kontroversi tak selamanya menuai badai. Dalam kasus Kino, kontroversi justru berbuah manis. Dalam waktu singkat omset dari Kino mencapai puluhan milyar rupiah dengan pertumbuhan ribuan persen. Bahkan, pada September 1999 atau sekitar dua tahun setelah di luncurkan, omset kino masih kenceng tumbuh sekitar 300%-400% tiap bulan.

Dari sisi belanja iklan menurut dara SRI- AC Nielsen, selama dua bulan pertama tahun 1998, di kategori permen kopi, kino melejit dengan belanja iklan sebesar RP 543,4 juta, sedang kopiko tak sampai separuhnya (Rp. 200,4 juta). Bahkan pemain sejenis seperti Coffe Club, Dorino, dan Barbara belum beriklan sama sekali.

Thought leader

Kalau anda tak akan bisa menjadi market leader.. jadilah thought leader. Orang sering keliru bahwa di setiap kategori hanya ada satu pemimpin. Padahal, kenyatannya tidak harus begitu. Di setiap kategori memang ada satu market leader yang terbesar dan tergemuk. Namun, selalu saja ada pemimpin lain yang di kagumi, yang di puja, yang paling banyak bikin heboh, dan paling banyak di bicarakan. Mereka para thought leader.

Mckinsey &Co. Bukanlah yang terbesar, tapi yang paling di kagumi. The Body Shop bukanlah yang terbesar, tetapi yang paling di puja. Apple bukanlah yang terbesar, tetapi yang paling bikin heboh. Southwest bukanlah yang terbesar, tetapi yang paling banyak di bicarakan.

Mereka adalah thought leader tulen yang selalu gerah untuk terus menerus mendobrak konvensi baku yang berlaku di industry mereka masing – masing. Mereka selalu tidak sabar untuk break old rules of the game and create the new one. Mereka selalu memiliki banyak sekali ide yang inovatif, kreatif, dan penuh terobosan. Mereka selalu berani tampil beda dan nyeleneh. Mereka selalu kotroversial. Karena itu, thought leader selalu menjadi talk leader.

Thought leader = talk leader

Sepertinya halny mereka, Dwi Sapta rupanya memilih menjadi thought leader, karena di akuinya langkah menjadi market leader masih harus melintasi jalan yang panjang dan berliku. Bagaimana caranya.? Formulanya sederhana : Be controversial

Can’t be a market leader

Be a thought leader

Be a talk leader

Be Controversial

Ya, untuk menjadi thought leader, iklan – iklan Dwi Sapta harus kontroversial, seperti iklan kino di atas. Namun ingat, iklan Kino hanyalah salah satunya. Coba simak iklan soffel, anda pasti sependapat dengan kami, iklan ini tidak kalah kontroversial.

Iklan soffell kontroversial karena mengusung pendekatan comparative advertising yang secara jelas menohok pemimpin pasar. Ambil contoh kampanye iklan soffell versi “Uji Test” produksi tahun 2001 yang dibuat Dwi Sapta secara off air sekaligus on air.

Secara off air, uji tes ini dilakukan di suatu daerah untuk membandingkan keampuhan soffell dengan merek lain. Uji tes dilakukan terhadap warga setempat dengan mengoleskan Soffell pada tangan kanan mereka, sementara tangan kiri di olesi produk pesaing. Di hadapan penduduk dan aparat desa, uji tes itu dilakukan untuk membuktikan mana yang lebih ampuh dan tahan lama.

Setelah menunggu 8 jam, kedua tangan yang di olesi obat anti nyamuk ini dimasukan kotak kaca yang telah diisi nyamuk. Dari situ akan terbukti di hadapan orang banyak, produk mana yang lebih ampuh, soffell atau produk pesaing, dengan melihat tangan mana yang mendapat gigitan nyamuk lebih sedikit. Menjadi menarik, off air event ini dikemas menjadi kegiatan on air melalui TV yang di saksikan pemirsa seluruh tanah air.

Uji tes yang sama juga dilakukan dalam format yang lebih menghibur melalui program dangdut pesisir yang disiarkan langsung oleh TPI di berbagai tempat terbuka pada tahun 2002. Dalam kegiatan akbar yang di tonton ribuan orang itu, seorang pengunjung diminta uji tes Soffell dibandingkan mereka lain. Uji tes tersebut sengaja di sorot kamera secara close up untuk menunjukan kepada pemirsa dan penonton televisi bahwa semua itu bukan rekayasa.

Agar lebih menggigit, uji tes yang  lebih soft juga dilakukan Dwi Sapta dengan menggunakan celebrity endorser, Paramitha Risady dan Ussy Sulistiowati.

Tujuannya sama: Membuktikan merek mana yang lebih ampuh mengusir nyamuk. Di gambarkan dalam iklan, Ussy meragukan keandalan Soffell. Lalu, Paramitha menganjurkan uji tes di tangan kanan dan kiri secara benar. Hasilnya, Soffell betul – betul andal.

Melawan Arus Gaya Soffell

Akhirnya, membicarakan iklan kontroversial Dwi Sapta, rasanya tidak lengkap kalau kita tidak membahas rebranding dan renaming Sari Puspa menjadi Soffell. Bagaimana tidak kontroversial, saat dinamai ulang, Sari Puspa sedang hot- hot-nya di puncak kesuksesan. Umumnya, nama merek di ganti saat merek tersebut sedang loyo atau mau mati. Ini tidak. Sari Puspa diganti Soffell ketika ekuitas merek sedang tinggi-tingginya, ketika penguasaan pasar dominan, 65%.

Mengganti nama merek di saat merek masih kecil memang tak banyak punya resiko. Sebab, Nothing to loose Kalau gagal, ya dikubur saja, selesai. Akan tetapi, sari puspa, mereknya sedang kuat – kuatnya, sedang di puncak –puncaknya, kok diganti. Salah langkah sedikit, biayanya bisa sangat mahal.

Tak hanya itu, Soffell juga kontroversial karena mengganti namanya dari nama yang sangat Indonesia menjad nama yang berbau asing. Nama yang sangat Indonesia dan merakyat ini penting karena target pasar Soffell adalah menengah kebawah. Bagi kalangan menengah ke bawah, nama merek yang down to earth dan sesuai dengan keseharian mereka merupakan factor reason to buy yang cukup menentukan. Kalau di ganti dengan nama yang asing bagi mereka, bisa – bisa mereka menolak untuk membeli.

Soffell kontroversial… karena melawan arus, karena melawan pakem, Karena bermain –main dengan resiko superbesar.

Namun, itu semua dilakukan Herlina indah, produsen Soffell, tidak dengan asal –asalan. Semua dilakukan atas pertimbangan supermatang dan supermendasar, yaitu untuk membawa merek Soffell masuk kepasar internasional.

Rupanya, keberhasilan merek Soffell menjad pemimpin pasar di Thailand dan Vietnam semakin mengukuhkan Herlina Indah untuk mengganti nama dari Sari Puspa menjadi  Soffell, seperti saudara – saudaranya di luar negeri.

Agar pergantian mulus, Dwi Sapta mengurangi resiko sekecil mungkin. Itu sebabnya, pengiklanan Soffell tidak dilakukan secara konfrontatif. Selain itu, pengiklanan dilakukan super hati – hati dengan tidak melakukan perubahan drastic dalam 4P (Product, Price, Place, Promotion). Citra dan asosiasi yang telah menyatu dengan Sari Puspa sebelumnya sengaja tidak diubah. Untuk slogan, misalnya, tetap memakai slogan Sari Puspa dulu, “Sari Puspa paling tahan lama”. Harga, desain, dan kemasan pun tidak berubah.

Iklan sengaja tidak di bikin yang aktraktif, cukup mengkomunikasikan pesan yang pendek, sederhana, dan informative. Dalam iklannya di TV hanya di gambarkan stiker sari puspa dikelupas dan berganti menjadi Soffell. Slogan citra sederhana dan straight forward : “Sari Puspa berubah menjadi Soffell, Merek Internasional”. Pendekatan komunikasi yang tidak konfrontatif dan jauh dari hingar binger itu ternyata terbukti efektif meyakinkan pasar.

Hanya dalam waktu dua bulan setelah pengenalan merek baru, terjadi lonjakan permintaan Soffell. Dengan pergantian nama ini, terbukti ekuitas merek Soffell terdongkrak. Sebab, secara tak langsung konsumen tahu bahwa Soffell juga menjadi pemimpin pasar di luar negeri dan memenuhi standar mutu konsumen internasional.

Berani tampil beda

Untuk menjadi thought leader, kontroversial saja tidak cukup. Melalui iklan – iklannya, Dwi Sapta juga harus berani tampil beda.

Cant be a market leader, be a thought leader, be a talk leader, be controversial, be different..

Contoh iklan yang berani tampil beda adalah Mixagrip. Pada saat menangani kembali Mixagrip tahun 2000, Dwi Sapta di hadapkan pada kenyataan bahwa produk ini miskin diferensiasi. Komposisinya hamper –hampir sama dengan pesaing, sehingga taka da unique selling point yang bisa di pakai sebagai senjata untuk memasarkannya.

Celakanya lagi, dalam beriklan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan membuat aturan superketat : perusahaan obat tak boleh terang – terangan menyebutkan khasiat dan janji kesembuhan dari serangan flur. Maka, bagi Mixagrip tantangannya adalah, bagaimana bisa bertahan sebagai pemimpin pasar di tengah persaingan obat flu yang hiperkompetitif, tetapi miskin diferensiasi.

Kalau kita meninjau 4 P-nya, diferensiasi berdasarkan 3P yang pertama rasanya sulit dilakukan, mengingat tidak ada perbedaan berarti dibandingkan dengan pesaing. Dari sisi produk, karena Dankos konsisten dengan formula asalnya(Parasetamol 500 mg, Fenilpropanolamin 15 mg, dan klorfenaramin 2 mg).

Otomatis produknya tak bisa di utak – atik lagi. Dari sisi harga, sama sulitnya untuk, misalnya, menurunkan harga di tengah kondisi terus naiknya harga bahan baku. Dari sisi kemampuan distribusi, kondisinya serupa : pesaing pun memiliki kemampuan yang hamper sama dalam menyalurkan produk ke seluruh pelosok tanah air.

Kalau sudah demikian, bagaimana Mixagrip membuat diferensiasi melawan para pesaing ? satu-satunya pilihan adalah berpromosi melalu iklan. “Celah yang bisa kami ambil adalah dari sisi promosi”. Kalau frekuensi iklan teve, kami samalah dengan yang lain. Yang dituntut untuk bisa berbeda dari yang lain adalah cara promosinya,” tutur Boedi Harjono, Manajer Merek Grup PT Kalbe Farma Tbk, produsen Mixagrip.

Menghadapi keterbatasan ini, tim kreatif Dwi Sapta kemudian menawarkan konsep iklan yang out of the crowd alias keluar dari kerumunan standar baku iklan obat flue wakti itu, Apa standar baku itu? Umumnya, iklan obat flu waktu itu menggunakan endorser pelawak kondang, antara lain Basuki atau Timbul. Karena hampir semua merek obat flu menggunakan pelawak, semua iklan obat flu menjadi generic. Di sinilah, terbuka peluang menghasilkan point of differentiation.

Dengan adanya peluang itu, tim kreatif Dwi Sapta pun memutuskan memilih iklan berbasis jingle. Masih tetap menggunakan celebrity endorser, tapi bukan lagi pelawak. Sosok endorser justru dipilih yang bertolak belakang dari sosok pelawak. Maka, keluarlah iklan yang begitu anda kenal : “Saya cocok minum Mixagrip, semua cocok minum Mixagrip. Sakit Flu memang cocok minum Mixagrip. Cocok”

Di hadapan manajemen Dankos, tim kreatif Dwi Sapta ketika itu sengaja memutar semua iklam pesaing yang kebanyakan memakai pelawak. Setelah itu, baru iklan berkonsep baru ini di putar. Hasilnya cukup menakjubkan.

Terlihat sekali diferensiasi iklan tersebut di bandingkan dengan iklan – iklan pesaing. Dan memang betul, begitu iklan itu di luncurkan, dengan cepat Mixagrip memperoleh awareness yang tinggi. Berkah selanjutnya, Mixagrip mampu mempertahankan posisi pemimpin pasar di obat flu dengan perolehan pangsa pasar 23%.

Kampanye iklan tolak angin bertema “Orang pintar minum tolak angin” adalah contoh lain kampanye iklan Dwi Sapta yang berani tampil beda dan out of the box. Sebelum iklan ini muncul, iklan – iklan jamu di Indonesia umumnya ditandai dua hal : Menonjolkan khasiat produk yang umumnya di komunikasikan secara langsung dan hard sell, serta di sasarkan untuk kalangan bawah dengan mengunakan pelawak untuk mengendorse produk. Iklan semacam itulah yang semakin memurukan posisi jamu sebagai produk kelas dua, untuk kalangan masyarakat kelas dua pula.

Namun, dengan munculnya kampanye iklan tolak angina bertajuk “Orang pintar Minum Tolak Angin” tahun 2000, lanskap bisnis jamu berubah. Pertama, tolak angina membuang jauh – jauh stereotype pelawak dalam iklan – iklannya dan menggantinya dengan para celebrity endorser kalangan atas dari berbagai bidang dan profesi.

Kedua, dalam iklan – iklannya tolak angin sudah tak begitu menggembor – gemborkan manfaat fungsional, tetapi lebih menonjolkan self –expression benefit, bahwa orang – orang pintar dari kalangan atas pun tak alergi untuk minum tolak angin. Ini adalah fenomena langka untuk produk jamu. Dengan sekali kayuh, melalui iklan berbasis self expression benefit, dua tujuan terlampaui : pelebaran pasar dan proklamasi bahwa tolak angina telah naik kelas.

Tak mengherankan, sejak pluncurannya kampanye iklan tersebut, penjualan tolak angina mengalami titik balik. Seperti di katakana Irwan Hidayat, Presiden Direktur PT Sido Muncul, penjualan Tolak angin terdongkrak dari bulan ke bulan.

Big Idea

“Anda boleh sehebat apa pun dalam merancang sebuah iklan, tetapi anda tak akan mendapatkan kemasyuran sebelum menemukan ide besar iklan anda”, David Ogilvy menegaskan. Ide besar memiliki daya magnet luar biasa dalam menarik perhatian konsumen dan mendorong mereka membeli. Pengakuan Ogilvy : sudah ratusan ide iklan ia temukan, tetapi yang betul – betul ide besar hanya sekitar 20 biji.

Berikut ini lima pertanyaan menyangkut kriteria ide besar menurut Ogilvy :

#1. Did it make me gasp when I first saw it ?

#2. Do I wish I had thought of it myself ?

#3. Is it unique ?

#4. Does it fit the strategy to perfection?

#5. Could it be used for 30 years?

Kalau kami membahas ide besar dalam bab ini, tentu saja kami tidak menggunakan kriteria seketat seperti yang di ajukan Ogivily di atas, terutama point 5. Itu tentu saja sangat sulit dipenuhi. Hanya kampanye iklan sekelas Marlboro – marlbor country dengna koboi dan kuda – kudanya – ciptaan Leo Burnet yang bisa memenuhi kriteria itu. Harap tahu saja, iklan tersebut tidak berubah hingga detik ini setelah berjalan hamper 50 tahun.

Memang tak seideal itu, tetapi empat kriteria pertama Ogilvy setidaknya bisa digunakan untuk melihat apakah iklan – iklan produksi Dwi Sapta mengandung ide besar atau tidak. Tentu saja, tak semua iklan sukses Dwi Sapta memiliki ide besar, tetapi kami melihat beberapa di antaranya layak dikatakan memiliki ide besar. Dan harus di inget, ide besar ini merupakan tiket bagi Dwi Sapta menjadi thought leader.

Can’t be a market leader, Be a thought leader, Be a talk leader, Be controversial, Be different, Be a Big Idea creator.

Coba kita lihat bebarapa di antaranya. Yang pertama, ide iklan “Orang Pintar Minum Tolak Angin”. Ide iklan ini hebat karena sukses mereposisi jamu yang selama puluhan, barangkali ratusan tahun dianggap sebagai produk kelas dua – memiliki kualitas medioker; diolah dengan cara tradisional, teknologi tradisional, dan peralatan tradisonal; memiliki citra buruk old – fashioned; dipandang tidak higienis; di konsumsi kalangan bawah tradisional menjadi produk modern yang memiliki posisi terhormat.

Dual harus di ingat. Pertama, kehadiran iklan ini telah merevitalisasi sido muncul dari perusahaan jamu yang tradisional, dengan kinerja penjualan yang biasa – biasa saja, bahkan terancam krisis, menjadi pemimpin pasar yang terhormat dan disegani di negeri ini.

Kedua, iklan ini merevitalisasi dan memperbarui citra industry jamu secara keseluruhan, dari posisi produsen kelas kambing menjadi sejajar dengan produsen obat dan makakan modern yang lain.

Kedua adalah ide di balik kampanye iklan djarum 76 dan djarum Coklat yang dilakukan dari 1997 sampai sekarang untuk merejuvenasi merek. Produk yang Berjaya masing – masing di pasar Jawa Tengah / Timur dan jawa barat ini hebat. Mengingat justru di masa krisis keduanya meremajakan merek yang menjadi dasar bagi mereka untuk menuai kesuksesan hingga saat ini.

Seperti umumnya rokok kretek, kendala mendasar yang di hadapi adalah kenyataan bahwa konsumennya berasal dari kalangan tradisional- tua tahun 1970-an dan 1980-an. Maka, untuk bisa survive dalam jangka panjang, mau tak mau Djarum76/Coklat harus meremajakan konsumennya.

Djarum coklat memiliki beberapa seri iklan, mulai dari iklan versi “Naik Kuda”(1999); di susul “Parahyangan”(2000), “Pesona Parahyangan”(2001), dan “keakraban dan kebersamaan” dari akhir 2002 sampai sekarang. Yang terakhir ini menuai sukses besar dan luar biasa karena menampilkan grup music padi dan gigi beserta Nugie. Anda pasti akrab dengan nyanyian “Djarum coklat. Djarum nikmat, djarum selaras rasa hati”.

Djarum 76 juga melakukan hal sama dengan mengusung ikon VW combi sebagai sentralnya. Dalam berbagai serik iklan, Dwi Sapta menampilkan anak – anak muda tampak bercanda ria menikmati perjalanan dengan si ikon melintasi destinasi – destinasi budaya terkemukan di Jogjakarta, Jawa Tengah, dan Bali seperti kaliurang, Gunung merapi, Candi Plaosan, keratin kasunanan Solo, Tugu Jogjakarta, menara kudus, bedugul, Ubud, dan sebagainya.

Kami melihat kedua iklan ini hebat karena berjalan selama tujuh tahun. Iklan ini terbukti mampu merubah citra djarum dan coklat menjadi lebih segar dan muda.  Perluasan basis konsumen ke segmen pasar yang lebih muda ini merupakan pijakan penting bagi djarum 76/Coklat untuk membangun keberlanjutan produk dalam jangka panjang.

Ketika adalah ide di balik iklan fatigon. Kekuatan iklan ini terletak pada kejelian Fatigon menemukan dan merebut kata “capek” untuk di sasarkan ke benak konsumen dan mengklaim dirinya sebagai pengurang rasa capek. Pasalnya pemimpin pasar ataupun produk multivitamin lain belum menggunakan positioning statement “capek” untuk menarik pembeli, padahal atribut ini sangat penting untuk produk multivitamin.

Memiliki kata “capek” di benak konsumen memang terbukti ampuh, Kata ampuh itu yang kemudian menjadi landasan bagi fatigon memasuki pasar wanita yang kita tahu ukurannya lebih besar. Seperti kita tahu, capek bukanlah dominasi kaum pria saja, tapi juga di alami para wanita. Maka, kemudian meluncurlah iklan fatigon yang di sasarkan untuk wanita dengan endorser indy barens.

Oleh : Dyah Hasto palupi & Teguh Sri Pambudi dalam buku “Advertising that sells”

1 Comment

  1. Hi admin do you need unlimited articles for your blog ?
    What if you could copy content from other pages, make it pass copyscape test and
    publish on your page – i know the right tool for you, just type in google:
    kisamtai’s article tool

Leave a comment